Media penyampaian informasi seperti radio dan televisi sudah menurun impresinya. Era Revolusi Industri 4.0 memberi ruang yang bebas kepada kita untuk mengakses informasi tanpa harus terikat dengan ruang dan waktu. Sebagai contoh, ketika ingin mengetahui berita tentang perkembangan data infeksi covid-19 di Indonesia, kita tidak perlu menunggu jam penayangan berita di saluran televisi tertentu, melainkan dapat langsung mengakses situs atau kanal berita menggunakan jaringan internet.
Meskipun begitu, penyajian konten/informasi bisa saja dilakukan melalui kanal televisi. Tayangan yang disajikan televisi nasional kebanyakan mengenai konten lokal. Dari sekian banyak tayangan, beberapa yang banyak menjadi bahan pembicaraan masyarakat adalah sinetron remaja, sinetron hidayah, talkshow, dan sebagainya. Sejumlah orang berpendapat bahwa televisi telah merusak moral anak-anak bangsa karena menayangkan adegan-adegan yang dianggap tidak semestinya dan ini menjadi alasan mereka untuk menghindari konsumsi konten lokal berupa tayangan acara di televisi.
Di zaman milenial seperti saat ini, dunia digital sudah dikerumuni oleh banyak permintaan akses yang “dikabulkan” karena adanya eksistensi internet. Perkembangan dunia digital telah mempermudah kita dalam mendapatkan informasi serta memperluas jaringan komunikasi ke sudut-sudut dunia. Tidak dipungkiri kita dibuat ketergantungan oleh keberadaannya, terutama di masa pandemi covid-19 yang melanda dunia sejak awal tahun 2020. Wacana “Bekerja dari rumah, belajar dari rumah, dan beribadah dari rumah” yang digaungkan oleh pemerintah untuk meminimalisir angka infeksi covid-19 secara kentara melibatkan dunia digital, khususnya jaringan internet.
Sebagai salah satu bagian dari tenaga kependidikan, penulis turut serta merasakan pentingnya dunia digital dalam memenuhi kebutuhan informasi yang berkaitan dengan sekolah. Sejak pertengahan Maret 2020, siswa diharuskan untuk Belajar Dari Rumah (BDR). Para guru harus berpikir keras, mencari cara yang efektif dan efisien agar siswa tetap dapat merasakan proses belajar, meskipun secara daring. Salah satu cara yang dipakai adalah menggunakan aplikasi telekonferensi seperti Zoom, Google Meet, dan Microsoft Teams. Dari sini, dapat disimpulkan bahwa dunia digital telah menemani hampir semua aktivitas kita, yang dalam hal ini penulis mengambil contoh pada bidang pendidikan.
Dalam mencari informasi melalui penelusuran menggunakan mesin pencari (search engine), kita hanya perlu mengetikkan kata kunci yang relevan dengan apa yang ingin kita cari. Setelah beberapa saat, mesin pencari akan menampilkan berbagai situs, gambar, video, dan informasi terkait lainnya yang dapat diakses. Di sini kita sebenarnya diberikan pilihan untuk memilih konten yang akan diakses guna memenuhi kebutuhan informasi.
Di antara berbagai pilihan tersebut, ada konten lokal, ada juga konten luar. Konten lokal di sini diartikan sebagai konten informasi yang dibuat oleh orang Indonesia dengan menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa daerah khas suku tertentu di Indonesia. Sejumlah orang mungkin saja memilih konten lokal berbahasa Indonesia karena mereka tidak memahami bahasa lain selain itu. Sebagian yang lain justru mengetikkan kata kunci berbahasa Inggris karena mereka menganggap informasi yang disajikan oleh mesin pencari lebih reliabel, lengkap, dan rinci.
Ilustrasi di atas sebenarnya memberikan makna tersurat bahwa ada faktor-faktor yang eksis memengaruhi seseorang memilih konten luar sebagai preferensi. Dalam hal ini, faktor yang penulis tekankan untuk disoroti secara umum adalah kualitas konten tersebut. Orang-orang pada lazimnya memilih konten yang berkualitas tanpa mengutamakan unsur lokalitas.
Sebagai data untuk memperkuat pendapat, penulis telah melakukan survei kepada para remaja yang dalam hal ini diwakili oleh siswa-siswi kelas X SMA Santo Paulus Pontianak. Survei berisikan 2 pertanyaan dan diisi oleh mereka menggunakan Google Form dimulai dari tanggal 9 sampai 11 September 2020.
Pertanyaan pertama menanyakan preferensi mereka terhadap konten lokal dan konten luar dan pertanyaan kedua menanyakan alasan mereka memilihnya. Dari 265 responden, sebanyak 64,2% lebih menyukai konten luar, sedangkan 35,8% sisanya menyukai konten lokal, seperti yang tampak pada hasil tangkap layar dari grafik lingkaran pada panel ringkasan respon Google Form berikut.
Alasan mereka beragam, tetapi kebanyakan mereka memilih konten luar karena menganggapnya lebih menarik, bermutu, dan memberikan wawasan atau pandangan yang lebih luas. Meskipun begitu, cukup juga banyak siswa yang memberikan alasan mengharukan memilih konten lokal. Beberapa di antaranya adalah: 1) konten lokal menampilkan kearifan lokal seperti keberagaman budaya dan bahasa, sehingga menambah wawasan dalam mengenai negeri sendiri; 2) untuk menghargai para content creator Indonesia; dan 3) untuk meningkatkan perekonomian nasional dan rasa nasionalisme.
Dari data survei di atas, dapat dikatakan bahwa kebanyakan remaja saat ini cenderung memprioritaskan konten luar dibandingkan konten lokal. Hal ini tentu menjadi masalah yang dapat berlarut-larut dan bersifat jangka panjang. Jika hal ini terus dibiarkan, lama kelamaan pasar brand lokal akan kehilangan eksistensinya di kancah publik. Ini memberikan suatu penegasan kepada kita bersama bahwa perlu adanya gebrakan nasional yang mengajak masyarakat terutama kaum remaja untuk menikmati konten lokal. Hal ini tentu harus dibarengi dengan peningkatan SDM, kualitas/mutu konten, kreativitas, kesesuaian konten dengan kearifan lokal yang berkembang dalam kehidupan bermasyarakat, dan lain sebagainya. Selain itu, pemanfaatan media sosial dan jagat maya turut diprioritaskan sebagai bagian dari sosialisasi dan promosi konten karena penerimaan informasi secara luas dapat diakses di area itu.
Apa manfaat memilih konten lokal?
- Mudah diakses: Karena pembuat konten sendiri merupakan orang Indonesia, maka kita akan lebih mudah mendapatkan informasi untuk mengakses konten yang ia buat.
- Isi konten lebih mudah dipahami: Kok bisa? Iya, dong. Karena bahasa yang digunakan kebanyakan adalah bahasa Indonesia (atau mungkin bahasa keseharian kita).
- Menambah wawasan terhadap keberagaman dalam negeri: Dengan menikmati tayangan konten lokal, kita secara langsung telah menambah wawasan mengenai keberagaman yang dimiliki oleh bangsa kita. Misalnya, kita tertarik untuk mengetahui mengenai makanan khas Pontianak. Buka situs YouTube dan ketikkan di kolom pencarian “Makanan khas Pontianak”, kemudian kita dapat memilih berbagai video yang menjelaskan apa saja makanan yang menjadi khas kota Pontianak.
- Memperluas lapangan pekerjaan: Canggihnya teknologi pada era sekarang membuat dunia digital menjadi ladang bekerja bagi sebagian orang dengan cara membuat berbagai konten. Dengan menikmati konten lokal, kita telah mendukung terciptanya lapangan pekerjaan bagi orang-orang yang berkecimpung dalam pembuatan konten tersebut. Bagi pebisnis konten yang bekerja secara personal, ia mungkin menyisipkan iklan, sedangkan pebisnis konten yang berbentuk perusahaan, mereka kemungkinan besar akan mempekerjakan banyak orang, ya pastinya orang Indonesia.
Apabila penayangan konten lokal dapat kita tingkatkan secara progresif dari waktu ke waktu, maka niscaya Indonesia Emas dapat kita capai pada tahun 2045 kelak. Peningkatan konsumsi produk dalam negeri akan membuat perekonomian nasional membaik. Selain itu, kita memberikan tempat dan kesempatan kepada para content creator untuk tetap terus menciptakan karya-karyanya yang diharapkan dapat menciptakan entitas yang baik bagi negara kita tercinta. Memprioritaskan penayangan konten lokal juga merupakan apresiasi kita kepada mereka yang telah berkarya sebagai bentuk kontribusi bagi nusa dan bangsa.
Mari bersama-sama kita tingkatkan penayangan konten lokal demi kemajuan negara Indonesia. Penulis akhiri tulisan ini dengan menyampaikan sebuah pantun.
Pantun Penutup
- Pergi ke pasar beli ikan buntal
- Karena hujan perginya jadi batal
- Mari tingkatkan penayangan konten lokal
- Bersama-sama berkarya di dunia digital